×
STUDILMU Career Advice - Transformasi Digital adalah Transformasi Manusia
E-learning

Transformasi Digital adalah Transformasi Manusia

STUDILMU Users By STUDiLMU Editor

 
Hai pembaca Career Advice, masih ingatkah pembaca dengan challenge yang sangat booming baru-baru ini di Instagram? Yap! #tenyearchallenge, dimana banyak pengguna Instagram yang mengunggah perbedaan foto mereka yang diambil pada tahun 2009 dan 2019. Apakah pembaca mengikuti challenge ini? 
 
Baik, #tenyearchallenge ini juga dapat disituasikan pada peningkatan teknologi yang terjadi di tahun 2019. Memang sih di tahun 2009 kita sudah mengenal teknologi, namun pastinya di tahun 2019 ini, teknologi semakin menunjukkan “taringnya” dengan kemajuan yang luar biasa. 
 
Satu dekade yang lalu, masih banyak yang mempertanyakan relevansi teknologi digital. Sementara penetrasi Internet sudah signifikan, e-commerce membentuk kurang dari 4% dari penjualan ritel. Komputasi mobile dan cloud baru saja dimulai dan kecerdasan buatan masih lebih banyak fiksi ilmiah daripada kenyataan.
 
Namun hari ini, semua hal itu bukan hanya teknologi yang layak, tetapi semakin menjadi kunci untuk bersaing secara efektif di pasar. Sayangnya, menerapkan teknologi baru ini bisa menjadi proses yang sulit. Bahkan, penelitian yang dilakukan oleh McKinsey menemukan bahwa kurang dari sepertiga upaya transformasi digital berhasil.
 
Untuk sebagian besar, kegagalan ini kurang berkaitan dengan teknologi dan lebih berkaitan dengan mengelola tantangan budaya dan organisasi yang diciptakan oleh perubahan teknologi. Memang akan relatif mudah untuk menemukan vendor yang dapat menerapkan sistem ini untuk kita, tetapi ternyata ada yang jauh lebih sulit loh. Apakah itu?
 
Jawabannya adalah mempersiapkan organisasi yang kita miliki untuk beradaptasi dengan teknologi baru. Nah, berikut adalah beberapa hal yang perlu kita ingat. 

1. Memulai dengan Tujuan Bisnis

Mungkin jebakan yang paling sering terjadi dalam sebuah organisasi adalah kita terlalu fokus pada teknologi daripada fokus pada tujuan bisnis tertentu. Perusahaan terlalu sering berusaha untuk "pindah ke cloud" atau "mengembangkan kemampuan AI (Artificial Intelligence)". Nah, ini mengindikasikan kita menuju ke jalan yang salah.
 
Pertanyaan pertama yang harus kita tanyakan adalah hasil bisnis apa yang ingin kita raih? Jadi, mulailah dengan mengajukan diri kita pertanyaan yang terkait dengan bisnis, seperti "Bagaimana kami bisa melayani pelanggan dengan lebih baik melalui teknologi yang lebih cepat dan lebih fleksibel?" atau "Bagaimana kecerdasan buatan (artificial intelligence) dapat mengubah bisnis kita menjadi lebih baik?" 
 
Nah, setelah kita memahami tujuan bisnis yang ingin dituju, kita dapat kembali ke keputusan teknologi, dengan menentukan teknologi apa yang cocok untuk pendekatan yang kita miliki.
 

2. Mengotomatiskan Tugas yang Paling Membosankan Terlebih Dahulu

Perubahan teknologi seringkali menginspirasi rasa takut. Salah satu kesalahan paling mendasar yang dilakukan banyak perusahaan adalah mencoba menggunakan teknologi baru untuk mencoba dan mengganti manusia, serta menghemat biaya pengeluaran daripada meningkatkan dan memberdayakan sumber daya manusia yang ada untuk meningkatkan kinerja dan memberikan nilai tambah. 
 
Faktanya, ini tidak hanya membunuh semangat kerja karyawan, tetapi memberikan hasil yang lebih buruk dari yang dibayangkan. Lantas, pendekatan apa yang harus kita gunakan? 
 
Pendekatan yang jauh lebih baik adalah menggunakan teknologi untuk meningkatkan efektivitas karyawan. Sebagai contoh, satu studi yang diambil dari laporan Gedung Putih selama Pemerintahan Obama menemukan bahwa walaupun mesin (teknologi) memiliki tingkat kesalahan 7,5% dalam membaca gambar radiologi dan manusia memiliki tingkat kesalahan 3,5%, namun ketika manusia menggabungkan pekerjaan mereka dengan mesin, tingkat kesalahan turun menjadi 0,5%. Wah luar biasa, bukan?
 
Cara terbaik untuk melakukan ini adalah dengan memulai tugas yang paling membosankan terlebih dahulu. Ok, ini dia salah satu titik permasalahannya. Manusia memiliki kekurangan, yaitu merasa bosan dan cepat lelah. Sedangkan, mesin tidak pernah merasa bosan atau lelah. Sisi positifnya, manusia suka berinteraksi dan memecahkan masalah. Jadi, daripada mengganti pekerja dengan mesin, cobalah untuk membuat para karyawan menjadi lebih produktif.
 

3. Membuat Organisasi Sebagai Model Bisnis 

Ternyata, hal ini juga menyebabkan kesalahan umum lainnya, yaitu berpikir bahwa kita dapat membuat perubahan teknologi yang besar dan mempertahankan sisa-sisa bisnis yang ada. Misalnya, beralih ke cloud dapat menghemat biaya infrastruktur, tetapi manfaatnya tidak akan bertahan lama jika kita tidak tahu cara menugaskan kembali sumber daya tersebut dengan cara yang produktif.
 
Pergantian menggunakan cloud akan membuat para profesional menjadi lebih gesit, tetapi yang lebih penting adalah ini dapat membuka peluang bisnis baru. Penggunaan cloud memungkinkan perusahaan untuk membuat Ascend, platform "data permintaan" yang memungkinkan pelanggannya untuk membuat keputusan kredit berdasarkan data waktu nyata, yang kini menjadi bisnis yang paling cepat berkembang.
 
Intinya, semua perubahan yang dilakukan harus difokuskan pada pembukaan pasar baru dan melayani pelanggan dengan lebih baik lagi. Nah, inilah yang sebenarnya membuat perubahan teknologi menjadi begitu sukses. Karena berfokus pada hasil bisnis, jauh lebih mudah untuk mendapatkan semua orang di belakangnya, mendapatkan momentum dan menciptakan transformasi sejati.

4. Transformasi Digital Adalah Transformasi Manusia

Coba rekan-rekan Career Advice bandingkan betapa berbedanya pekerjaan 20 tahun yang lalu, ketika Windows 95 masih relatif baru dan hanya sebagian kecil eksekutif yang menggunakan program-program seperti Word, Excel dan PowerPoint, dan sebagian besar cara berkomunikasi melalui telepon dan memo diketik oleh sekretaris. Pada saat itu, analisis data adalah sesuatu yang dilakukan dengan pensil, kertas, dan kalkulator meja.
 
Jelas, sifat pekerjaan di era digital sekarang ini telah sangat berubah. Sekarang kita menghabiskan lebih banyak waktu dalam berinteraksi dengan orang lain. Sebagian besar nilai telah bergeser dari keterampilan kognitif ke keterampilan sosial karena kolaborasi semakin menjadi keunggulan kompetitif. Di masa depan, kita hanya bisa mengharapkan tren ini menguat dan meningkat.
 
Untuk memahami apa yang bisa kita harapkan, lihat apa yang terjadi di industri perbankan. Ketika mesin teller otomatis pertama kali muncul pada awal tahun 1970-an, kebanyakan orang mengira itu akan menyebabkan lebih sedikit cabang dan teller, tetapi justru sebaliknya yang terjadi. Saat ini, ada lebih dari dua kali jumlah teller bank yang dipekerjakan pada tahun 1970-an, karena mereka melakukan hal-hal yang tidak dapat dilakukan mesin, seperti menyelesaikan masalah yang tidak biasa, menunjukkan empati dan menjual.
 
Inilah sebabnya kita perlu memperlakukan transformasi teknologi apapun sebagai transformasi manusia. Karya bernilai tinggi di masa depan akan melibatkan manusia yang berkolaborasi dengan manusia lain dalam merancang pekerjaan untuk mesin. 
 
Yap! itu dia beberapa poin yang menjelaskan bahwa transformasi digital bukan hanya tentang digital atau teknologi itu sendiri, tetapi transformasi manusia yang siap dan mampu menyeimbangkan teknologi, juga sangat diperlukan. 

Featured Career Advice