×
STUDILMU Career Advice - Menjembatani Gap antara Generasi X, Y, Z
Generation Millennials & Z

Menjembatani Gap antara Generasi X, Y, Z

STUDILMU Users By STUDiLMU Editor

 
Halo rekan pembaca. Seperti yang kita ketahui bahwa dunia kerja saat ini dipenuhi oleh beberapa generasi. Antara lain generasi boomer, generasi X, generasi Y atau yang dikenal dengan sebutan Milenial, dan beberapa dari generasi Z juga telah mewarnai dunia pekerjaan. Setiap generasi memiliki karakteristik yang berbeda sehingga dapat dilihat dengan jelas bahwa terdapat gap antara generasi yang satu dengan yang lainnya. Lalu bagaimana kita dapat menghadapi fenomena ini? Tentunya kita perlu mengenal karakteristik yang dimiliki setiap generasi. 
 
Pada artikel kali ini kita akan membahas karakteristik yang dimiliki generasi X, Y dan Z. kita juga akan membahas tips menjembatani gap antar generasi. 

Generasi X

Generasi X adalah mereka yang lahir pada tahun 1965-1981. Mereka adalah orang-orang yang individual, ambisius dan gila kerja. Mereka juga merupakan orang-orang yang mandiri. Mereka mudah beradaptasi dan percaya diri. Mereka melewati seluruh periode evolusi teknologi dan perkembangan media. Mereka menyukai stabilitas dalam pekerjaan dan keluarga. Mereka adalah orang-orang yang aktif secara fisik dan mental. Mereka tidak terlalu bergantung pada ponsel cerdas seperti generasi setelahnya. 
 

Generasi Y atau Milenial

Mereka adalah orang-orang yang lahir pada tahun 1982-1996. Mereka adalah generasi yang hidup pada zaman peralihan dari dunia analog ke dunia digital. Teknologi adalah bagian kehidupan mereka. Krisis ekonomi dunia mengharuskan mereka untuk melatih diri lebih baik dalam mendapatkan pekerjaan, karena persaingan semakin meningkat. Namun, generasi milenial dicap sebagai generasi yang malas, narsis dan manja. 
 

Generasi Z

Mereka adalah orang-orang lahir pada tahun 1997-2010. Teknologi adalah DNA mereka. Pendidikan, kehidupan sosial dan aspek kehidupan lainnya bergantung pada teknologi. Mereka memiliki daya fokus yang rendah. Mereka mandiri dan akan memiliki pekerjaan yang tidak ada saat ini. Mereka suka melakukan pemecahan masalah karena mereka adalah orang-orang yang berpikir kritis.
 
Lalu, bagaimana kita dapat menjembatani gap antar generasi, khususnya di lingkungan kerja sehingga kita dapat bekerja sama dengan baik dan harmonis? Berikut adalah tips yang dapat membantu Anda.
 

1. Latihlah diri untuk melakukan deep listening.

Bias pribadi atau opini yang kita miliki tentang suatu hal akan semakin terlihat nyata saat kita berada dalam lingkungan kerja. Untuk melatih kemampuan dalam mendengarkan secara mendalam atau deep listening, Anda perlu menahan pandangan yang Anda miliki, terutama disaat-saat kritis. Jangan berpura-pura mendengarkan sambil menyiapkan bantahan yang akan Anda berikan. Dengarkan rekan Anda dengan seksama. Cobalah juga untuk membayangkan jika Anda adalah orang yang berada pada posisi tersebut. Lihat hal tersebut dari sudut pandang mereka. Ini adalah cara terbaik yang dapat Anda lakukan dalam deep listening.
 

2. Ajukan pertanyaan yang berorientasi pada solusi.

Sebuah pertanyaan yang berorientasi pada penyelesaian masalah. Ini akan mengarahkan percakapan pada penyelarasan untuk mengungkapkan masalah yang mungkin diabaikan. Misalnya, anggota tim milenial sedang meributkan keuntungan dari jadwal kerja yang fleksibel karena itu sangat cocok dengan gaya hidup mereka dan jadwal kerja yang fleksibel juga tidak akan menghambat produktivitas mereka. Seorang manajer mungkin akan bertanya cara para milenial memastikan bahwa jadwal kerja yang fleksibel tetap membuat mereka dapat berkolaborasi dan bekerja sama dengan anggota tim yang lainnya. Ini merupakan bentuk pertanyaan yang mengarah pada tantangan yang perlu diatasi. Jadi daripada harus meributkan permasalahan yang tidak sesuai dengan keadaan suatu generasi, cobalah untuk memberikan pertanyaan yang mengarahkan setiap orang terhadap tantangan yang dihadapi dan cara untuk menghadapi tantangan tersebut.
 

3. Terima ketidaksempurnaan.

Mediasi ini dapat membuat pekerjaan menjadi berantakan. Percakapan satu arah bukanlah suatu hal yang adil. Ini juga tidak melibatkan banyak orang dalam mengambil kebijakan atau membuat keputusan yang menyeluruh. Nilai yang diberikan setiap orang pada budaya yang ada merupakan suatu hal yang pribadi. Ketika kedua belah pihak sedang mempermasalahkan suatu hal, mereka bisa menjadi tidak sabar terhadap yang lain. Sehingga mereka menjadi frustasi karena mereka tidak mampu untuk berempati dan menyelaraskan ide mereka. Terkadang dibutuhkan cara yang terlihat tidak baik untuk membuat kemajuan. Ingatlah bahwa ada yang mengatakan ketika dua kubu tidak lagi berdebat, maka kesepakatan itu adil bagi kedua belah pihak.
 
Setiap generasi pasti memiliki kekurangannya. Karena memang tidak ada yang sempurna. Anda hanya perlu memiliki kebesaran hati untuk menerima ketidaksempurnaan itu. Cobalah untuk melihat dari cara lain dalam menentukan keputusan yang adil bagi semua pihak. 
 
Gap antar generasi bukanlah hal baru yang terjadi. Ini sudah ada sejak lama. Dan dunia pekerjaan, ini bukanlah hal yang asing. Akan ada selalu isitilah “kami dan mereka” yang membuat perusahaan berevolusi. Tetapi, hal tersebut tidak harus diperbaiki. Pergeseran budaya berdasarkan desain organisasi bersifat berulang, dapat dibicarakan dan yang paling penting haruslah berempati bagi siapapun. Dengan berusaha untuk mengerti sudut pandang yang dimiliki masing-masing, kita dapat membentuk pola empati yang membuat organisasi dapat bergerak dengan cepat sekalipun terdapat perbedaan. Tentunya, nilai kemanusiaan menjadi hal penting yang perlu dipertahankan. 
 
Jadi, mulai sekarang rekan pembaca tidak perlu lagi mempermasalahkan gap antar generasi yang berada disekitar Anda, khususnya dalam pekerjaan. Anda hanya perlu melakukan deep listening, mengajukan pertanyaan yang berorientasi pada solusi dan menerima ketidaksempurnaan. Dengan begini, setiap generasi akan memiliki hubungan baik dan kerjasama yang kolaboratif. Tentunya ini akan sangat berguna bagi kemajuan organisasi. 

Featured Career Advice